Minggu pagi, hari libur. Seorang karyawan sedang bimbang memutuskan berangkat ke kantor untuk kerja lembur atau tidak. Meletakkan ‘kerja ke kantor’ sebagai kegiatan dengan motif ekonomi, tentunya tidak salah jika karyawan ini secara intuitif mengalkulasi berapa tambahan penghasilan yang akan diperoleh dari kerja lembur di hari libur tersebut. Misalkan, perusahaan memberi upah Rp125 ribu untuk kerja lembur setengah hari.
Untuk mengetahui menguntungkan atau tidak, karyawan itu kemudian menghitung berapa biaya pergi ke kantor. Tidak ada biaya lain kecuali biaya transport pergi pulang Rp25 ribu. Betul, sebagaimana Anda sudah duga, karyawan ini memutuskan ke kantor. Karena, setelah dikurangi biaya transport, menurutnya ia masih memperoleh tambahan penghasilan Rp100 ribu untuk
setengah hari kerja lembur di hari minggu itu.
Mari kita melihat dengan cara berbeda. Pertama, kita perlu mendapat informasi tambahan dari karyawan tadi: dengan pergi lembur ke kantor, kegiatan apa yang harus ia korbankan? Ternyata ia harus mengorbankan acara yang amat ia sukai: jogging Minggu pagi bersama keluarganya. Jika demikian sebaiknya kita mengganti pertanyaan, dari “Apakah sebaiknya pergi kerja lembur ke kantor atau tidak” menjadi “Apakah sebaiknya pergi kerja lembur ke kantor atau jogging bersama keluarga?”
Kedua pertanyaan itu sekilas tidak berbeda, tetapi sebenarnya sangat terang menjelaskan perbedaan landasan berpikir ekonomi. Sebentar lagi Anda akan segera mengetahuinya. Saya mohon ijin untuk menghitung manfaat ekonomi bagi karyawan tadi dari kegiatan jogging bersama keluarganya. Misalnya, kita perhitungkan begini. Dengan olah raga jogging bersama keluarga, tubuh karyawan tadi tambah bugar dan hati tambah bahagia, sehingga terhindar dari biaya pergi ke dokter, katakanlah Rp400 ribu sebulan. Kalau satu bulan terdiri dari empat hari Minggu, berarti jogging Minggu pagi itu memberi manfaat ekonomi Rp100 ribu setiap kalinya.
Dengan memutuskan pergi kerja lembur, berarti karyawan tadi mengorbankan acara jogging Minggu pagi bersama keluarga, atau berarti pula dia kehilangan manfaat ekonomi sebesar Rp100 ribu. Jumlah Rp100 ribu ini dalam teori ekonomi disebut opportunity cost, biaya yang kita tanggung karena melepaskan kesempatan melakukan sesuatu untuk melakukan sesuatu yang lain.
Biaya ini kadang luput dari perhatian kita karena tidak nampak secara fisik, tidak ada fisik uang yang secara langsung kita keluarkan dari dompet kita. Tetapi, dari penjelasan di atas semoga Anda setuju, bahwa biaya itu harus kita perhitungkan karena sebenarnya memang kita tanggung. Hanya kadang kita tidak menyadarinya. Kealpaan kita memperhitungkan opportunity cost itu membuat kita mengambil keputusan yang seolah-olah menguntungkan, padahal sejatinya tidak.
Contohnya karyawan tadi. Menurutnya, dengan pergi lembur dia mendapat keuntungan Rp100 ribu, yang diperoleh dari upah Rp125 ribu dikurangi biaya transport Rp25 ribu. Jika opportunity cost turut kita pertimbangkan, maka biaya kerja lembur ke kantor itu harus kita revisi, bukan hanya biaya transport Rp25 ribu tetapi total biaya Rp125 ribu. Yaitu biaya transport Rp25 ribu plus opportunity cost, kerugian akibat kehilangan kesempatan jogging Rp100 ribu.
Dengan demikian kini pendapat karyawan tadi bahwa dengan pergi lembur dia memperoleh keuntungan Rp100 ribu pun mesti direvisi, karena ternyata upah Rp125 ribu yang dia peroleh hanya cukup untuk menutup biaya total Rp125 ribu. Demikianlah konsep-konsep sederhana teori ekonomi membantu kita mengambil keputusan dengan lebih baik.
Kini Anda dapat menggunakan konsep opportunity cost untuk menjelaskan berbagai hal dalam berkehidupan. Dari hal yang pelik seperti keputusan sebuah perusahaan untuk menempatkan modalnya yang ratusan miliar pada investasi A atau B, sampai hal yang (seolah-olah) sederhana. Seperti : kenapa anak kita yang baru lulus SMU sebaiknya langsung kuliah dibanding kerja dulu. Kini Anda bisa menjelaskannya bukan? Konsep opportunity costjuga dapat membantu Anda untuk mengambil keputusan: apakah sebaiknya terus bekerja sebagai karyawan ketika usaha kantin kita berkembang, atau sebaiknya keluar saja; dan banyak hal lain.
Silakan Anda menghitung opportunity cost main gaple bersama teman-teman tadi malam. Jika semula kita mungkin berfikir kegiatan itu tidak berbiaya, kini kita tahu kegiatan itu berbiaya. Berapa biayanya tergantung seberapa mahal Anda menghargai waktu Anda. Dengan membandingkan biaya dan manfaatnya kita akan sampai pada kesimpulan menguntungkan atau tidak. Dengan demikian kita dapat membuat keputusan secara lebih baik.
Kembali pada karyawan tadi, semoga kolom ini tidak menjadikan kita malas lembur ke kantor. Contoh di atas sarat dengan penyederhanaan. Insentif yang diperoleh karyawan tadi dari kerja lembur tentu tidak sebatas upah Rp125 ribu. Mungkin ada insentif lain dalam jangka panjang, seperti prospek karir dan sebagainya. Masing-masing individu mempunyai pertimbangan tersendiri dalam membuat pilihan. Semoga kita selalu ingat ini: ketika kita memilih atau mengerjakan sesuatu, pada saat yang sama kita melepaskan kesempatan untuk memilih atau mengerjakan sesuatu yang lain.
No comments:
Post a Comment
Thanks komentarnya..