Dalam suatu organisasi, pemimpin adalah suatu unsur
terpenting, karena seorang pemimpin memiliki daya kemampuan mempengaruhi dan
menggerakkan manusia lainnya dalam rangka pengelolaan organisasi. Oleh sebab
itu, kemampuan memimpin secara efektif merupakan kunci utama untuk menjadi
seorang manajer yang efektif.
Menurut Hasibuan
dalam bukunya “ Manajemen sumber Daya Manusia”, yang dikutip
oleh Lusia Kurniawati (2009), menjelaskan definisi pemimpin dan kepemimpinan,
sebagai berikut:- Pemimpin, adalah seseorang yang mempergunakan wewenang dan kepemimpinannya, mengarahkan bawahan untuk mengerjakan sebagian pekerjaannya dalam mencapai tujuan organisasi.
- Kepemimpinan, adalah cara seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan, agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi.
Dengan demikian jelas ada perbedaan antar pemimpin
dan kepemimpinan. Pemimpin adalah orang yang melakukan proses dalam memimpin
sedangkan kepemimpinan adalah proses yang terjadi pada saat memimpin tersebut.
Ada beberapa pendapat mengenai arti kepemimpinan D.E.
Macfarland (1978), mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah suatu proses di mana
pimpinan dilukiskan akan memberi perintah atau pengaruh, bimbingan atau proses
mempengaruhi pekerjaan orang lain dalam memilih dan mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. J.M. Pfifner (1980) mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah seni
mengoordinasi dan memberi arah kepada individu atau kelompok untuk mencapai
tujuan yang ingin dicapai. Sedangkan Oteng Sutisna (1983) mengemukakan bahwa
kepemimpinan adalah kemampuan mengambil inisiatif dalam situasi sosial untuk
menciptakan bentuk dan prosedur baru, merancang dan mengatur perbuatan, dan
dengan berbuat begitu membangkitkan kerja sama ke arah tecapainya tujuan.
(Sudarwan Danim , 2006: 204)
Menurut Koontz, O’Donnel dan Weicrich, (Wahjusumidjo,
2005:103) di dalam bukunya yang berjudul Management,
kepemimpinan secara umum merupakan pengaruh, seni atau proses mempengaruhi
orang lain, sehingga mereka dengan penuh kemauan berusaha ke arah tercapainya
tujuan organisasi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah
kemampuan seseorang untuk mempengaruhi dan menggerakkan bawahannya untuk
melakukan kerja sama melakukan berbagai kegiatan dalam rangka mencapai tujuan
yang ingin dicapai.
Sementara itu, G.R. TERRY (Winardi, 2000:62-68) dalam
bukunya “Principles of Management”
mengemukakan 8 (delapan) buah teori kepemimpinan sebagai berikut:
- Teori Otokratis
Kepemimpinan menurut teori ini didasarkan atas
perintah-perintah, pemaksaan dan tindakan yang agak arbitrer dalam hubungan
antara pemimpin dengan pihak bawahan. Pemimpin otokratis menggunakan
perintah-perintah yang biasanya diperkuat oleh adanya sanksi-sanksi di antara
mana, disiplin adalah faktor terpenting.
- Teori Psikologis
Pendekatan ini terhadap kepemimpinan menyatakan bahwa
fungsi seorang pemimpin adalah mengembangkan sistem motivasi terbaik. Pemimpin
merangsang bawahannya untuk bekerja ke arah pencapaian sasaran-sasaran
organisatoris maupun untuk memenuhi tujuan-tujuan pribadi mereka.
- Teori sosiologis
Kepemimpinan terdiri dari usaha-usaha yang
melancarkan aktivitas para pemimpin dan yang berusaha untuk menyelesaikan
setiap konflik organisatoris antar para pengikut. Usaha-usaha untuk mencapai
tujuan mempengaruhi interaksi-interaksi antara para pengikut, kadang-kadang
hingga timbulnya konflik yang merusak di dalam atau dia antara
kelompok-kelompok. Dalam situasi ini, pemimpin diharapkan untuk mengambil
tindakan-tindakan korektif, menjalankan pengaruh kepemimpinannya dan
mengembalikan harmoni dan usaha-usaha kooperatif antara para pengikutnya.
- Teori suportif
Dalam teori ini, pihak pemimpin beranggapan bahwa
para pengikutnya ingin berusaha sebaik-baiknya dan bahwa ia dapat memimpin
dengan sebaiknya melalui tindakan membantu usaha-usaha mereka.
- Teori “Lissez Faire”
Berdasarkan teori ini, seorang pemimpin memberikan
kebebasan seluas-luasnya kepada para pengikutnya dalam hal menentukan aktivitas
mereka. Pemimpin tidak berpartisipasi, atau apabila hal itu dilakukannya maka
partisipasi tersebut hampir tidak berarti.
- Teori prilaku pribadi
Teori ini menyatakan bahwa seorang pemimpin tidak
berkelakuan sama ataupun melakukan tindakan-tindakan identik dalam setiap
situasi yang dihadapi olehnya. Hingga tingkat tertentu ia bersifat fleksibel,
karena ia beranggapan bahwa ia perlu mengambil langkah-langkah yang paling
tepat untuk menghadapi suatu problem tertentu.
- Teori sosial/sifat
Sifat-sifat yang dianggap harus dimiliki oleh seorang
pemimpin dapat disebut: Intelegensi, inisiatif, energi atau rangsangan,
kedewasaan emosional, persuasif, skill
komunikatif, kepercayaan pada diri sendiri, perseptif, kreativitas, partisipasi
sosial.
- Teori situasi
Teori ini menerangkan kepemimpinan menyatakan bahwa
harus terdapat cukup banyak fleksibilitas dalam kepemimpinan untuk menyesuaikan
diri dengan berbagai macam situasi.
Sementara itu menurut Suko Susilo (2005:91-92),
perilaku kepemimpinan yang memiliki kecenderungan orientasi pada pelaksanaan
tugas-tugas dan produktivitas kelompok melakukan sejumlah kegiatan yang antara
lain:
- Initiating
Initiating atau memulai adalah kegiatan mengambil
inisiatif untuk segera melakukan pergerakan pengerjaan tugas-tugas tertentu.
- Regulating
Merupakan perilaku pemimpin dalam aktivitas
kepemimpinannya dengan membuat aturan yang jelas untuk mengatur arah dan
langkah-langkah kegiatan di dalam kelompok.
- Informing
Kegiatan memberi informasi tentang data dan
fakta-fakta serta pendapat-pendapat kepada anggota kelompok kemudian meminta
dari mereka informasi yang diperlukan.
- Suporting
Tindakan pemimpin ini terkait dengan usaha untuk
menerima gagasan, pendapat dan usul dari anggota kelompok dan menyempurnakannya
dengan menambah atau menguranginya untuk digunakan dalam rangka penyelesaian
tugas bersama.
- Evaluating
Tindakan untuk melakukan penilaian-penilaian, juga
menguji gagasan yang muncul serta cara kerja yang diambil dengan menunjukkan
sejumlah konsekuensi yang menyertainya.
- Summarizing
Kegiatan untuk mengumpulkan dan merumuskan gagasan,
pendapat dan usul yang muncul, menyingkat lalu menyimpulkan sebagai landasan
untuk tindakan selanjutnya.
Menurut Wahjosumidjo (2005:83), sekolah yang
merupakan organisasi juga memerlukan seorang pemimpin, dalam hal ini kepala
sekolah, yang amat sangat berperan, baik dari pihak guru, murid, maupun warga
sekolah lainnya. Kata ‘kepala’ dapat diartikan ‘ketua’ atau ‘pemimpin’ dalam
suatu organisasi atau sebuah lembaga, sedang ‘sekolah’ adalah sebuah lembaga
dimana menjadi tempat menerima dan memberi pelajaran. Dengan demikian secara
sederhana kepala sekolah dapat didefinisikan sebagai seorang tenaga fungsional
guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah dimana diselenggarakan
proses belajar mengajar, atau tempat dimana terjadi interaksi antara guru yang
memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran.
Menurut Sudarwan Danim (2006:205-206) dalam
menjalankan fungsi kepemimpinan, kepala sekolah setidaknya harus mempunya
sifat-sifat sebagai berikut: 1) Bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa; 2)
Memiliki intelegensi yang tinggi; 3) Memiliki fisik yang kuat; 4)
Berpengetahuan luas; 5) Percaya dir; 6) Dapat menjadi anggota kelompok; 7) Adil
dan bijaksana; 8) Tegas dan berinisiatif; 9) Berkapasitas membuat keputusan;
10) Memiliki kestabilan emosi; 11) Sehat jasmani dan rohani; 12) Bersikap
prospektif.
Hick juga mengemukakan pendapat (Wahjusumidjo,
2005:106), bahwa kepala sekolah adalah sebagai seorang pemimpin yang seharusnya
dalam melakukan praktek sehari-hari selalu berusaha memperhatikan dan
mempratekkan delapan fungsi (leadership
function), yaitu: adil, memberikan sugesti, mendukung tercapainya tujuan
organisasi, sebagai katalisator, menciptakan rasa aman,sebagai wakil orang,
sumber inspirasi, dan bersedia menghargai.
Menurut Sudarwan Danim (2006 : 212-214), kemampuan
kepala sekolah dalam menjalankan kepemimpinan menjadi persyaratan utama dalam
manajemen sekolah. Meski begitu, sebagai “manusia biasa” perilaku kepala
sekolah dalam memimpin sekolahnya akan beragam karena faktor-faktor
kontekstual, kondisi kelompok subjek yang dipimpin, dan faktor individual
kepala sekolah itu sendiri. Bertolak dari perilaku pemimpin dalam sekelompok
manusia organisasional, kita dapat mengelompokkan kepemimpinan seseorang dalam
tipe-tipe tertentu yang masing-masing memiliki ciri-ciri tersendiri. Tipe-tipe
kepemimpinan tersebut adalah:
- Pemimpin Otokratik
Pemimpin otokratik berasumsi bahwa maju mundurnya
organisasi hanya tergantung pada dirinya. Dia bekerja sungguh-sungguh, belajar
keras, tertib, dan tidak boleh dibantah. Sikapnya senantiasa mau menang
sendiri, tertutup terhadap ide dari luar, dan hanya idenya yang dianggap
akurat.
- Pemimpin Demokratis
Pimpinan yang demokratis berusaha lebih banyak
melibatkan anggota kelompok dalam memacu tujuan. Kepemimpinan ini dilandasi
oleh anggapan bahwa hanya karena interaksi kelompok yang dinamis, tujuan
organisasi akan tercapai. Interaksi yang dinamis dimaksudkan bahwa pimpinan
mendelegasikan tugas dan memberikan kepercayaan kepada yang dipimpin untuk
mencapai tujuan yang bermutu secara kuantitatif.
3. Pemimpin Permisif
Pemimpin permisif tidak mempunyai pendirian yang
kuat, sikapnya serba boleh, terlalu banyak mengambil muka dengan dalih untuk
mengenakkan individu yang dihadapinya. Dia memberikan kebebasan kepada manusia
organisasional. Bawahan tidak mempunyai pegangan yang jelas, informasi diterima
simpang siur dan tidak konsisten.
Menurut Wahjosumidjo, (2005:119-121), kepemimpinan kepala
sekolah adalah salah satu perwujudan kepemimpinan nasional , yaitu kepemimpinan
Pancasila, satu potensi atau kekuatan yang mampu memberdayakan segala daya
sumber masyarakat dan lingkungan yang dijiwai oleh sila-sila Pancasila mencapai
tujuan nasional, dalam situasi tertentu. Oleh sebab itu, kepemimpinan kepala
sekolah sebagai salah satu pelaksanaan kepemimpinan nasional yang bertujuan
mencerdaskan kehidupan bangsa, harus mencerminkan diwujudkannya kepemimpinan
Pancasila yang memiliki watak dan berbudi luhur
Berdasarkan beberapa uraian tentang kepemimpinan
sekolah di atas, maka kepala sekolah sebagai pemimpin sebuah lembaga pendidikan
hendaknya hendaknya memiliki jiwa kepemimpinan yang baik dan dapat dijadikan
contoh bagi warga sekolah itu sendiri. Hal ini diharapkan agar di dalam sekolah
tercipta hubungan yang baik antar guru, karyawan dan siswa. Para warga sekolah
pun akan semangat dalam mengerjakan tugas-tugas untuk mencapai tujuan yang
ingin dicapai, termasuk para guru yang akan terus berusaha meningkatkan kinerja
mereka.